Kalau bicara soal ganja, kira-kira mana yang lebih nempel di otak kalian? Di Indonesia, ganja dinilai ilegal, bikin kecanduan, dan merusak moral bangsa. Tapi, banyak juga, yang bilang ganja sebetulnya sangat bermanfaat. Lalu… mana yang sebetulnya benar?
Di Indonesia, semua jenis ganja digolongkan sebagai narkotika yang sangat… sangat… sangat berbahaya bareng sama zat-zat lain yang terkenal bikin sangat… sangat… kecanduan. Sejarahnya bisa ditarik pertama kali di Amerika Serikat, yang membatasi kepemilikan ganja cuma buat medis dan industri. Pengetatan aturan soal ganja kemudian berlanjut ke PBB. Sebelum disahkan pemerintah Soeharto, lalu kita adopsi jadi patokan buat mengatur soal narkotika. Menurut aturan ini, kalau kita punya ganja, meski sedikit doang, bisa berakibat fatal. Ganja juga cuma boleh dimanfaatkan secara sangat… sangat… terbatas. Itu pun diawasi dengan sangat… sangat… super ketat. Tapi, benarkah ganja sebetulnya seburuk itu?
Nyatanya, manusia sudah memanfaatkan ganja sejak minimal 5000 tahun yang lalu. Di zaman kuno, ganja punya banyak nama, dan dikenal punya banyak fungsi ekonomis. Tapi yang terutama, ganja banyak dipakai sebagai obat–dan bukannya buat nge-high! Kegunaan medis ganja tercatat dalam aneka peradaban besar. Bangsa Arab bahkan punya catatan medis terbesar tentang ganja sebelum abad 20! Mulai buat obat cacingan, sakit kepala, penambah produksi ASI, bahkan sampai penyembuh tumor!
Terus, gimana ceritanya ganja banyak disalahgunakan buat menelerkan diri? Singkatnya, ganja mengandung sekitar 500 zat kimia, antara lain C-B-D yang punya banyak fungsi pengobatan, dan T-H-C yang bisa bikin nge-high sampai ke langit ke-7. Masalahnya, biar bisa berfungsi, zat-zat kimia ganja harus bekerja bareng-bareng. Artinya, baik zat obat maupun zat yang bikin kita teler harus sama-sama ikut dikonsumsi. Dan kalau udah high, ada sekitar 9% kemungkinan kita bakal kecanduan. Dan ujung-ujungnya, saraf kita bakal bermasalah kalau kita nekat nge-ganja terus-terusan.
Sebetulnya, ganja ada beberapa macam, tapi ga semuanya bisa bikin high. Misalnya, ada varian yang CBD-nya tinggi, tapi THC-nya rendah, sehingga bagus untuk diolah jadi obat. Ada juga yang lebih dicari seratnya buat bahan aneka produk. Makanya beberapa negara masih mengizinkan penggunaan ganja, asal cuma buat keperluan IPTEK, medis, dan industri.
Jadi, pemerintah Indonesia mungkin juga perlu mempertimbangkan riset-riset ini, buat mengkaji ganja ini baiknya harus kita apakan. Apalagi mengingat kasus ditangkapnya suami yang nekat nanam ganja demi pengobatan istrinya belum lama ini. Tapi sekarang, ga usah ngimpi dulu buat nanam ganja di pekarangan rumah! Lebih baik nanam singkong aja yang daunnya mirip. Dan seperti biasa, terima kasih.
Di Indonesia, semua jenis ganja digolongkan sebagai narkotika yang sangat… sangat… sangat berbahaya bareng sama zat-zat lain yang terkenal bikin sangat… sangat… kecanduan. Sejarahnya bisa ditarik pertama kali di Amerika Serikat, yang membatasi kepemilikan ganja cuma buat medis dan industri. Pengetatan aturan soal ganja kemudian berlanjut ke PBB. Sebelum disahkan pemerintah Soeharto, lalu kita adopsi jadi patokan buat mengatur soal narkotika. Menurut aturan ini, kalau kita punya ganja, meski sedikit doang, bisa berakibat fatal. Ganja juga cuma boleh dimanfaatkan secara sangat… sangat… terbatas. Itu pun diawasi dengan sangat… sangat… super ketat. Tapi, benarkah ganja sebetulnya seburuk itu?
Nyatanya, manusia sudah memanfaatkan ganja sejak minimal 5000 tahun yang lalu. Di zaman kuno, ganja punya banyak nama, dan dikenal punya banyak fungsi ekonomis. Tapi yang terutama, ganja banyak dipakai sebagai obat–dan bukannya buat nge-high! Kegunaan medis ganja tercatat dalam aneka peradaban besar. Bangsa Arab bahkan punya catatan medis terbesar tentang ganja sebelum abad 20! Mulai buat obat cacingan, sakit kepala, penambah produksi ASI, bahkan sampai penyembuh tumor!
Terus, gimana ceritanya ganja banyak disalahgunakan buat menelerkan diri? Singkatnya, ganja mengandung sekitar 500 zat kimia, antara lain C-B-D yang punya banyak fungsi pengobatan, dan T-H-C yang bisa bikin nge-high sampai ke langit ke-7. Masalahnya, biar bisa berfungsi, zat-zat kimia ganja harus bekerja bareng-bareng. Artinya, baik zat obat maupun zat yang bikin kita teler harus sama-sama ikut dikonsumsi. Dan kalau udah high, ada sekitar 9% kemungkinan kita bakal kecanduan. Dan ujung-ujungnya, saraf kita bakal bermasalah kalau kita nekat nge-ganja terus-terusan.
Sebetulnya, ganja ada beberapa macam, tapi ga semuanya bisa bikin high. Misalnya, ada varian yang CBD-nya tinggi, tapi THC-nya rendah, sehingga bagus untuk diolah jadi obat. Ada juga yang lebih dicari seratnya buat bahan aneka produk. Makanya beberapa negara masih mengizinkan penggunaan ganja, asal cuma buat keperluan IPTEK, medis, dan industri.
Jadi, pemerintah Indonesia mungkin juga perlu mempertimbangkan riset-riset ini, buat mengkaji ganja ini baiknya harus kita apakan. Apalagi mengingat kasus ditangkapnya suami yang nekat nanam ganja demi pengobatan istrinya belum lama ini. Tapi sekarang, ga usah ngimpi dulu buat nanam ganja di pekarangan rumah! Lebih baik nanam singkong aja yang daunnya mirip. Dan seperti biasa, terima kasih.
Komentar
Posting Komentar