Langsung ke konten utama

Bagaimana Cara Mengetahui Umur Benda Purba?

Coba tebak, sudah berapa lama Sultan Jogjakarta yang pertama meninggal? Jawabannya mudah. Kita kurangkan saja tanggal hari ini dengan tanggal kematian sang sultan. Tapi, bagaimana kalau kita ditanya, sudah berapa lama Firaun Mesir yang pertama meninggal? Atau, sudah berapa lama kucing kesayangannya meninggal?

Pertanyaan semacam ini, tampaknya selalu bisa dijawab oleh para peneliti benda purba. Buktinya, setiap peninggalan bersejarah yang kita lihat di museum selalu ada keterangan umurnya. Namun seperti pertanyaan ini, pernahkah kalian penasaran, bagaimana para peneliti bisa tahu umur mumi, prasasti, atau benda-benda purba lainnya? Padahal, mereka jelas belum lahir pada zaman itu. Apakah mereka cuma asal tebak? Atau jangan-jangan, para peneliti ini diam-diam punya mesin waktu?

Ternyata, pengukuran umur benda purba bisa dilakukan secara ilmiah tanpa perlu time-travel, yaitu dengan teknik dating. Bukan… Bukan dating yang itu, tapi dating yang lainnya. Teknik dating benda purba sendiri terbagi menjadi dua, yaitu Relative Dating dan Absolute Dating.
Dengan Relative Dating, para peneliti bisa membandingkan aneka periode sejarah, misalnya dari prinsip perbedaan lapisan tanah. Menggunakan bantuan Ilmu Geologi, kita bisa memperkirakan umur benda purba berdasarkan letaknya di suatu lapisan tanah.

Ehm, namanya juga dating, pasti lebih enak kalau ada chemistry-nya. Dengan mengawinkan Arkeologi dan Ilmu Kimia, lahirlah jenis dating yang kedua, yaitu Absolute Dating. Dengan teknik dating yang satu ini, kita bisa mengetahui umur benda purba secara lebih spesifik. Absolute dating ini memiliki banyak jenis, tapi yang paling populer adalah Carbon Dating alias Radiocarbon. Bagaimana cara kerjanya? Oke. Siapkan diri kalian. Kencangkan sabuk pengaman. Saatnya kita belajar sesuatu yang sangat menantang, yaitu Kimia!

Oke. Pertama-tama, segala hal yang ada di alam semesta ini terdiri dari materi yang amat sangat luar biasa kecil, bernama atom. Ada satu jenis atom yang pasti dimiliki semua makhluk hidup, yaitu atom Karbon. Atom karbon sendiri terdiri dari kakak beradik yang disebut isotop. Buat belajar Carbon Dating, kita akan berkenalan dengan kakak beradik yang bernama Carbon-12 dan Carbon-14. Carbon-12 adalah isotop karbon yang paling sering kita temukan di alam. Sementara saudaranya, si Carbon-14, tercipta setiap hari saat sinar kosmik menerobos masuk ke atmosfer bumi, kemudian mengenai unsur atom terbanyak di udara, yaitu Nitrogen.

Setiap hari, kakak beradik ini diserap oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis. Tumbuhan inilah yang kemudian dimakan oleh makhluk hidup lain, termasuk kita. Nah, saat kita mati, hal unik terjadi! Jumlah Carbon-14 dalam tubuh kita akan mulai berkurang, sementara jumlah Carbon-12 tidak berubah. Itu disebabkan karena Carbon-14 bersifat tidak stabil. Supaya bisa stabil, Carbon-14 harus mengalami peluruhan kembali menjadi atom asalnya. Lalu, bagaimana cara Carbon 14 yang labi ini meluruh?

Faktanya, semua atom radioaktif di dunia ini punya “waktu-paruh”, yaitu waktu yang dibutuhkan si atom untuk meluruh setengahnya. Nah, waktu paruh Carbon-14 adalah 5730 tahun. Jadi, dalam 5730 tahun, jumlah total Carbon-14 dalam sebuah spesimen akan berkurang setengahnya. Dan akan berkurang lagi setengahnya dalam 5730 tahun selanjutnya.
Nah, untuk mengukur jumlah si kakak beradik karbon dalam suatu spesimen, para peneliti menggunakan alat canggih bernama Mass Spectrometer. Dengan menghitung perbandingan rasio kedua karbon di spesimen dan di alam, tambahkan waktu-paruh dalam hitung-hitungan yang sangat sangat ribet dan memusingkan… TADA!!! Kita bisa mengetahui umur spesimen dari ribuan tahun yang lalu. Supaya lebih tepat, peneliti juga akan mencocokkan perhitungan mereka dengan aneka penunjuk waktu alami.

Sayangnya, Carbon Dating cuma bisa dipakai untuk spesimen makhluk hidup yang mati kurang dari 50ribu tahun yang lalu. Lalu, bagaimana nasib fosil dinosaurus yang umurnya lebih dari 50ribu tahun? Para peneliti tidak pilih kasih kok. Mereka cuma akan menggunakan atom lain yang waktu paruhnya lebih lama, misalnya potassium-argon yang waktu-paruhnya 1,26 milyar tahun.
Hm… teknik menghitung umur benda purba memang susah. Tapi kalau kita bisa menguasainya, niscaya kita bisa menghitung waktu kematian kucing kesayangan Firaun, bahkan kucing-kucing purba lainnya. Dan seperti biasa, terima kasih.


Sumber : https://kokbisachannel.wordpress.com/2016/11/09/bagaimana-cara-mengetahui-umur-benda-purba/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

perbedaan animasi 4D dan 5D

Animasi 4D  Tidak berbeda jauh dengan format 3D, hanya saja efek dari film 4D ini, bukan hanya gambarnya saja yang keluar, melainkan ada getaran-getaran atau efek-efek nyata yg dihasilkan. Misalnya saja film-film animasi bertema kehidupan alam, ketika adegan di air, maka ada air yang menyipratkannya ke wajah kita, atau uap air menetes. Lalu ketika adegan gempa bumi, maka kursi yang kita duduki akan bergetar juga, memang unik dan mengasyikan tetapi para penonton pasti tidak akan fokus ke filmnya melainkan ke efeknya saja. Film berformat seperti ini tidak hanya mengacu pada layar bioskop saja, melainkan beberapa aplikasi media seperti penggerak kursi yang menghasilkan getaran, uap air, serta beberapa efek lainnya, termasuk AC yang bisa tiba-tiba berubah menjadi sangat dingin saat adegan salju, dan Heater yang dapat memanas saat adegan padang pasir. Dan format film ini pun harus diputar pada bioskop-bioskop khusus saja. Sedangkan animasi 5D sebenarnya di beberapa negara eropa ada ne...

Kenapa 1 Tahun Itu 12 Bulan?

Nenek moyang kita dulu membuat kalendar berdasarkan berbagai macam perhitungan. Mulai dari perhitungan astronomi, pergantian musim, peristiwa politik hingga prediksi kiamat. Ini seperti yang ditanyakan oleh teman-teman kita ini, kenapa sistem kalender kita harus memiliki 12 bulan dalam setahun? Kenapa bukan misalnya, 20 bulan? Apa dasar perhitungannya? Pendeknya, kalender yang kita gunakan sekarang itu mengadopsi sistem kalender romawi. Awal mulanya, sistem dalam kalender romawi ini hanya memiliki 10 bulan atau 304 hari saja dalam setahun. Tapi, jumlah 10 bulan ini kemudian dianggap kurang tepat, karena tidak bisa sinkron dengan pergantian musim yang terjadi. Hingga akhirnya, Kaisar Romawi pada saat itu, Numa Pompilius, menambahkan 2 bulan baru, yakni Januari dan Februari. Dan kemudian setelah itu, disempurnakan lagi oleh sistem kalender Julian, yang namanya diambil dari Julius Caesar, kaisar romawi saat itu. Lalu ketika bangsa di eropa mulai mengembangkan sains dan memahami astron...