Lebaran sebentar lagi! Setelah lama merantau di kota besar, yang langsung kepikiran di otak pastilah mudik, mudik, dan mudik. Tradisi mudik ini emang udah mendarah daging di Indonesia. Tapi sudah sejak kapan sih ada mudik? Dan kenapa harus ada mudik?
Ngomongin mudik, pasti ingat antrean panjang di stasiun, kemacetan sampai di jalan-jalan tol, sampai sepeda motor yang cengtri, atau lebih. Segalanya demi bisa pulang kampung dan bersilaturahmi di hari raya. Tapi konon, ternyata sejarah tradisi mudik bisa ditarik sejak zaman Majapahit! Cuma saat itu, bedanya, mudik dilakukan menjelang panen raya. Dan ga main-main, mudik zaman itu dilakukan dengan jalan kaki! Rupanya simbah-simbah kita dulu sungguh sangat sangat kuat!
Menurut ahli kajian filsafat, Jacob Sumardjo, istilah mudik punya akar Bahasa Jawa ngoko: “mulih dhilik”, yang artinya “pulang sebentar”. Soalnya, para pemudik nantinya bakal balik lagi ke kota perantauan. Tapi pandangan lain, datang dari penghuni senior di kota tujuan rantau terbesar di Indonesia. Menurut sejarawan Betawi, Ridwan Saidi, mudik berangkat dari istilah “menuju udik”, yang artinya “menuju Selatan.” Soalnya, orang Betawi zaman itu punya kebiasaan buka usaha di Pesisir Utara, tapi rumahnya di daerah Selatan yang lebih sepi. Tapi bedanya, kalau sekarang Jakarta Selatan minta ampun ramenya, jangan salahkan orang Betawi juga ya! Apalagi, ahem, para tukang bakso yang jualan di sana…
Tersangka di balik ramenya kota-kota besar adalah tingkat urbanisasi yang tinggi! Di Indonesia, gelombang urbanisasi memang ga ada matinya. Berawal saat pemerintah mulai gencar-gencarnya bikin program pembangunan, terciptalah aneka lapangan pekerjaan, yang ujung-ujungnya menggerakkan ekonomi dan menaikkan taraf hidup. Akhirnya, wajar saja, jika banyak orang desa yang cabut ke kota buat mengadu nasib.
Lalu, fenomena lain yang bikin mudik jadi melegenda, adalah “transmigrasi”. Di era kolonial, penduduk dari daerah-daerah padat sengaja dipindahkan untuk jadi buruh-buruh perkebunan. Sementara di era Orde Baru, transmigrasi jadi program top pemerintah. Buktinya, hampir 2 setengah juta penduduk berhasil dipindahkan untuk menetap ke luar Jawa!
Kalau yang udah beda pulau kayak gini, mudiknya tentu pakai pesawat atau kapal dong. Karena ngga mungkin mereka berenang bawa barang sebanyak itu. Nah, buat yang masih di Jawa-Jawa aja, segala kendaraan yang beroda bisa jadi solusi. Meski begitu, biasanya kereta api lah yang tetap jadi favorit! Karena sejarahnya, pemerintah Belanda dulu membangun banyak jalur kereta api untuk mengangkut hasil bumi kita. Tapi karena murah dan cepat, kereta malah jadi moda transportasi favorit buat rakyat jelata. Tapi, meski udah ga jelata, sampai sekarang masih banyak kok yang nge-fans sama kereta. Sampai-sampai kalau ga pesan tiket dari jauh-jauh hari, siap-siap aja gigit jari!
Jadi, buat kalian yang mudik Lebaran tahun ini, tuliskan di kolom komentar ke mana kalian mudik dan mau naik apa? Dan seperti biasa, terima kasih.
sumber : https://kokbisachannel.wordpress.com/2017/06/14/kenapa-mudik-jadi-tradisi-di-indonesia/
Ngomongin mudik, pasti ingat antrean panjang di stasiun, kemacetan sampai di jalan-jalan tol, sampai sepeda motor yang cengtri, atau lebih. Segalanya demi bisa pulang kampung dan bersilaturahmi di hari raya. Tapi konon, ternyata sejarah tradisi mudik bisa ditarik sejak zaman Majapahit! Cuma saat itu, bedanya, mudik dilakukan menjelang panen raya. Dan ga main-main, mudik zaman itu dilakukan dengan jalan kaki! Rupanya simbah-simbah kita dulu sungguh sangat sangat kuat!
Menurut ahli kajian filsafat, Jacob Sumardjo, istilah mudik punya akar Bahasa Jawa ngoko: “mulih dhilik”, yang artinya “pulang sebentar”. Soalnya, para pemudik nantinya bakal balik lagi ke kota perantauan. Tapi pandangan lain, datang dari penghuni senior di kota tujuan rantau terbesar di Indonesia. Menurut sejarawan Betawi, Ridwan Saidi, mudik berangkat dari istilah “menuju udik”, yang artinya “menuju Selatan.” Soalnya, orang Betawi zaman itu punya kebiasaan buka usaha di Pesisir Utara, tapi rumahnya di daerah Selatan yang lebih sepi. Tapi bedanya, kalau sekarang Jakarta Selatan minta ampun ramenya, jangan salahkan orang Betawi juga ya! Apalagi, ahem, para tukang bakso yang jualan di sana…
Tersangka di balik ramenya kota-kota besar adalah tingkat urbanisasi yang tinggi! Di Indonesia, gelombang urbanisasi memang ga ada matinya. Berawal saat pemerintah mulai gencar-gencarnya bikin program pembangunan, terciptalah aneka lapangan pekerjaan, yang ujung-ujungnya menggerakkan ekonomi dan menaikkan taraf hidup. Akhirnya, wajar saja, jika banyak orang desa yang cabut ke kota buat mengadu nasib.
Lalu, fenomena lain yang bikin mudik jadi melegenda, adalah “transmigrasi”. Di era kolonial, penduduk dari daerah-daerah padat sengaja dipindahkan untuk jadi buruh-buruh perkebunan. Sementara di era Orde Baru, transmigrasi jadi program top pemerintah. Buktinya, hampir 2 setengah juta penduduk berhasil dipindahkan untuk menetap ke luar Jawa!
Kalau yang udah beda pulau kayak gini, mudiknya tentu pakai pesawat atau kapal dong. Karena ngga mungkin mereka berenang bawa barang sebanyak itu. Nah, buat yang masih di Jawa-Jawa aja, segala kendaraan yang beroda bisa jadi solusi. Meski begitu, biasanya kereta api lah yang tetap jadi favorit! Karena sejarahnya, pemerintah Belanda dulu membangun banyak jalur kereta api untuk mengangkut hasil bumi kita. Tapi karena murah dan cepat, kereta malah jadi moda transportasi favorit buat rakyat jelata. Tapi, meski udah ga jelata, sampai sekarang masih banyak kok yang nge-fans sama kereta. Sampai-sampai kalau ga pesan tiket dari jauh-jauh hari, siap-siap aja gigit jari!
Jadi, buat kalian yang mudik Lebaran tahun ini, tuliskan di kolom komentar ke mana kalian mudik dan mau naik apa? Dan seperti biasa, terima kasih.
sumber : https://kokbisachannel.wordpress.com/2017/06/14/kenapa-mudik-jadi-tradisi-di-indonesia/
Komentar
Posting Komentar