Langsung ke konten utama

Kenapa Nyala Api Bisa Bermacam-macam?

Kamu pasti pernah melihat api, kan? Kalau begitu, kamu pasti bisa menjawab pertanyaan ini. Sebetulnya, api itu warnanya apa sih? Mungkin ada yang pengin menjawab kuning, oranye, biru, atau bahkan hitam seperti ehm… api neraka. Terus, bagaimana dengan kembang api warna-warni tiap tahun baru? Jadi seperti teman-teman kita ini, apa kamu juga mulai penasaran soal warna api?
Air… Tanah… Api… Udara… Kita pasti sudah sangat akrab dengan keempat elemen tersebut.

Selama berabad-abad, peradaban manusia di berbagai penjuru dunia mengenal keempat elemen tadi sebagai–dalam tanda kutip–“materi” penyusun alam semesta. Faktanya, sains modern membuktikan bahwa api beda dari yang lain! Bukan karena api suka menyerang elemen yang lain, tapi karena api ternyata bukan materi, melainkan efek yang tercipta dari reaksi materi-materi. Secara ilmiah, reaksi ini kita kenal sebagai “pembakaran”.

Buat kamu yang cinta Kimia, inilah persamaan yang kamu tunggu-tunggu! Singkatnya, pembakaran akan terjadi saat bahan bakar dipertemukan dengan oksigen, lalu dipanaskan sampai ke titik nyalanya supaya bereaksi. Dari reaksi ini, terbentuknya uap air dan karbondioksida. Selain itu, terlepas pula energi yang besar dalam bentuk radiasi panas dan gelombang cahaya. Inilah yang biasa kita sebut sebagai api. Nah, sekarang kita sudah tahu soal prinsip reaksi pembakaran. Tapi, kenapa kita harus susah-susah belajar beginian cuma buat tahu rahasia di balik warna-warna api?

Usut punya usut, warna api ternyata sangat ditentukan oleh seberapa efisien reaksi pembakaran yang berlangsung. Semakin efisien pembakarannya, semakin panas pula suhu yang dihasilkan. Dan semakin tinggi suhu pembakarannya, semakin kasat mata pula radiasi elektromagnetik yang terpancar, dimulai dari merah gelap ke oranye, ke kuning, sampai akhirnya putih kebiruan. Inilah alasan pertama bahwa umumnya, pembakaran yang efisien akan menghasilkan api biru, sementara yang kurang efisien akan menghasilkan api kuning atau oranye.

Selanjutnya, efisiensi pembakaran juga sangat ditentukan oleh keberadaan oksigen. Tanpa oksigen, jangan harap bakal ada api. Kita beruntung, karena sampai saat ini, bumi masih jadi satu-satunya planet dimana kita bisa menyalakan api. Rahasianya ada di atmosfer bumi kita yang 21%-nya adalah oksigen. Itu kenapa, pembakaran juga cenderung lebih efisien jika kita pakai bahan bakar berbentuk gas. Soalnya, bahan bakar gas lebih mudah bercampur dengan oksigen di udara saat dipanaskan. Itu sebabnya, bakso yang kita masak pasti lebih cepat matang kalau pakai kompor gas daripada kompor minyak tanah. Dibanding gas, pembakaran minyak tanah kurang efisien, sehingga menghasilkan juga zat pengotor berupa jelaga. Jelaga inilah yang memancarkan cahaya kuning kemerahan saat dipanaskan.

Omong-omong, gas dan minyak tanah sama-sama bersifat hidrokarbon loh, alias terdiri dari unsur hidrogen dan karbon. Umumnya, senyawa-senyawa hidrokarbon, termasuk bahan bakar paling efisien karena gampang berikatan dengan oksigen. Dan asal tahu, kedua unsur ini akan memancarkan gelombang cahaya biru saat dipanaskan.

Pada prinsipnya, unsur yang berbeda memang bisa memancarkan cahaya yang berbeda juga. Karena di level atomis, elektron-elektron bakal langsung heboh saat dipanaskan. Alhasil, kehebohan ini akan memancarkan gelombang cahaya yang berbeda-beda sesuai karakter unsurnya. Kalau setelah ini mau bereksperimen, boleh-boleh saja. Asal jangan di dalam rumah! Dan seperti biasa, terima kasih.


sumber : https://kokbisachannel.wordpress.com/2017/04/05/kenapa-nyala-api-bisa-bermacam-macam/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

perbedaan animasi 4D dan 5D

Animasi 4D  Tidak berbeda jauh dengan format 3D, hanya saja efek dari film 4D ini, bukan hanya gambarnya saja yang keluar, melainkan ada getaran-getaran atau efek-efek nyata yg dihasilkan. Misalnya saja film-film animasi bertema kehidupan alam, ketika adegan di air, maka ada air yang menyipratkannya ke wajah kita, atau uap air menetes. Lalu ketika adegan gempa bumi, maka kursi yang kita duduki akan bergetar juga, memang unik dan mengasyikan tetapi para penonton pasti tidak akan fokus ke filmnya melainkan ke efeknya saja. Film berformat seperti ini tidak hanya mengacu pada layar bioskop saja, melainkan beberapa aplikasi media seperti penggerak kursi yang menghasilkan getaran, uap air, serta beberapa efek lainnya, termasuk AC yang bisa tiba-tiba berubah menjadi sangat dingin saat adegan salju, dan Heater yang dapat memanas saat adegan padang pasir. Dan format film ini pun harus diputar pada bioskop-bioskop khusus saja. Sedangkan animasi 5D sebenarnya di beberapa negara eropa ada ne...

Kenapa 1 Tahun Itu 12 Bulan?

Nenek moyang kita dulu membuat kalendar berdasarkan berbagai macam perhitungan. Mulai dari perhitungan astronomi, pergantian musim, peristiwa politik hingga prediksi kiamat. Ini seperti yang ditanyakan oleh teman-teman kita ini, kenapa sistem kalender kita harus memiliki 12 bulan dalam setahun? Kenapa bukan misalnya, 20 bulan? Apa dasar perhitungannya? Pendeknya, kalender yang kita gunakan sekarang itu mengadopsi sistem kalender romawi. Awal mulanya, sistem dalam kalender romawi ini hanya memiliki 10 bulan atau 304 hari saja dalam setahun. Tapi, jumlah 10 bulan ini kemudian dianggap kurang tepat, karena tidak bisa sinkron dengan pergantian musim yang terjadi. Hingga akhirnya, Kaisar Romawi pada saat itu, Numa Pompilius, menambahkan 2 bulan baru, yakni Januari dan Februari. Dan kemudian setelah itu, disempurnakan lagi oleh sistem kalender Julian, yang namanya diambil dari Julius Caesar, kaisar romawi saat itu. Lalu ketika bangsa di eropa mulai mengembangkan sains dan memahami astron...

Bagaimana Cara Mengetahui Umur Benda Purba?

Coba tebak, sudah berapa lama Sultan Jogjakarta yang pertama meninggal? Jawabannya mudah. Kita kurangkan saja tanggal hari ini dengan tanggal kematian sang sultan. Tapi, bagaimana kalau kita ditanya, sudah berapa lama Firaun Mesir yang pertama meninggal? Atau, sudah berapa lama kucing kesayangannya meninggal? Pertanyaan semacam ini, tampaknya selalu bisa dijawab oleh para peneliti benda purba. Buktinya, setiap peninggalan bersejarah yang kita lihat di museum selalu ada keterangan umurnya. Namun seperti pertanyaan ini, pernahkah kalian penasaran, bagaimana para peneliti bisa tahu umur mumi, prasasti, atau benda-benda purba lainnya? Padahal, mereka jelas belum lahir pada zaman itu. Apakah mereka cuma asal tebak? Atau jangan-jangan, para peneliti ini diam-diam punya mesin waktu? Ternyata, pengukuran umur benda purba bisa dilakukan secara ilmiah tanpa perlu time-travel, yaitu dengan teknik dating. Bukan… Bukan dating yang itu, tapi dating yang lainnya. Teknik dating benda purba sendiri...