Ketika kita menonton berita di media, kita suka merasa kalau isinya kebanyakan hanya berita-berita buruk dan mengerikan. Entah itu berita seperti kucing yang tak bisa turun dari pohon, perceraian 1001 artis terkini, harga bakso yang terus melejit diakibatkan oleh korupsi pejabat negara beristri tiga, hingga ramalan meteor jatuh yang membinasakan semua makhluk hidup termasuk anda yang menonton video ini. Jadi, sebenarnya kenapa pemberitaan di media itu kebanyakan buruk? Apa penyebabnya?
Banyak dari kita sering bilang, bahwa kita lebih suka berita baik, daripada buruk. Tetapi, para peneliti ternyata menemukan bahwa kita, atau lebih tepatnya otak kita, memiliki kecendrungan untuk lebih memperhatikan hal-hal yang buruk, dibandingkan yang baik. Hal ini, disebut sebagai “Negativity Bias”.
Jadi, para peneliti mengatakan, bahwa itu berasal, dari awal jaman nenek moyang kita dulu. Dimana, hal-hal buruk dan berbahaya itu lebih cepat direspon oleh otak kita, karena itu mengancam keselamatan kita.
Menurut riset, bagian otak kita yang merespon hal-hal negatif, bereaksi lebih sensitif, daripada bagian otak kita, yang merespon hal-hal positif. Hal itulah, yang membuat otak kita, hingga sekarang, secara insting, lebih tertarik memperhatikan berita dan kabar yang buruk, karena otak kita lebih sensitif terhadap hal-hal yang berpotensi membahayakan kita.
Di sisi lain, pemberitaan yang buruk juga banyak disebabkan oleh konflik kepentingan. Seperti kita ketahui, berita-berita yang setiap harinya kita konsumsi adalah hasil kerja keras para jurnalis. Para jurnalis ini seringkali mengalami konflik kepentingan, dimana ia terpaksa mematuhi perintah atasannya untuk menulis berita negatif tentang suatu peristiwa. Akibatnya, para jurnalis terpaksa menulis berita demikian karena takut kehilangan pekerjaannya.
Tetapi, pemberitaan negatif itu sendiri tidak selamanya dalam tanda kutip, negatif. Pemberitaan tersebut dapat membuka kesadaran kita, akan isu-isu yang sebelumnya tak kita ketahui di luar sana. Tetapi kita sendiri juga perlu mengasah kemampuan analisis kita terhadap segala sesuatu yang ditayangkan di media, atau disebut sebagai literasi media.
Literasi media dapat kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saat kita membaca koran, menonton televisi, atau mendengarkan radio. Kemudian, kita membandingkan satu berita yang disiarkan oleh beberapa media tersebut, lalu menganalisis perbedaannya. Setelah itu, kita membuat ulang kembali berita tersebut menurut pemahaman kita dan kita pun telah lebih kritis terhadap media, karena menyadari berita itu ada, karena dibuat.
Jadi, setelah menonton video ini, semoga kita tidak lagi hanya menggunakan koran sebagai bungkus gorengan kita. Tapi, juga mulai kritis dan peduli terhadap berita yang ada… Dan juga menyadari bahwa masih banyak hal-hal baik, yang terjadi di luar sana. Dan seperti biasa, terima kasih.
sumber : https://kokbisachannel.wordpress.com/2016/04/09/kenapa-banyak-pemberitaan-buruk-di-media/
Banyak dari kita sering bilang, bahwa kita lebih suka berita baik, daripada buruk. Tetapi, para peneliti ternyata menemukan bahwa kita, atau lebih tepatnya otak kita, memiliki kecendrungan untuk lebih memperhatikan hal-hal yang buruk, dibandingkan yang baik. Hal ini, disebut sebagai “Negativity Bias”.
Jadi, para peneliti mengatakan, bahwa itu berasal, dari awal jaman nenek moyang kita dulu. Dimana, hal-hal buruk dan berbahaya itu lebih cepat direspon oleh otak kita, karena itu mengancam keselamatan kita.
Menurut riset, bagian otak kita yang merespon hal-hal negatif, bereaksi lebih sensitif, daripada bagian otak kita, yang merespon hal-hal positif. Hal itulah, yang membuat otak kita, hingga sekarang, secara insting, lebih tertarik memperhatikan berita dan kabar yang buruk, karena otak kita lebih sensitif terhadap hal-hal yang berpotensi membahayakan kita.
Di sisi lain, pemberitaan yang buruk juga banyak disebabkan oleh konflik kepentingan. Seperti kita ketahui, berita-berita yang setiap harinya kita konsumsi adalah hasil kerja keras para jurnalis. Para jurnalis ini seringkali mengalami konflik kepentingan, dimana ia terpaksa mematuhi perintah atasannya untuk menulis berita negatif tentang suatu peristiwa. Akibatnya, para jurnalis terpaksa menulis berita demikian karena takut kehilangan pekerjaannya.
Tetapi, pemberitaan negatif itu sendiri tidak selamanya dalam tanda kutip, negatif. Pemberitaan tersebut dapat membuka kesadaran kita, akan isu-isu yang sebelumnya tak kita ketahui di luar sana. Tetapi kita sendiri juga perlu mengasah kemampuan analisis kita terhadap segala sesuatu yang ditayangkan di media, atau disebut sebagai literasi media.
Literasi media dapat kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saat kita membaca koran, menonton televisi, atau mendengarkan radio. Kemudian, kita membandingkan satu berita yang disiarkan oleh beberapa media tersebut, lalu menganalisis perbedaannya. Setelah itu, kita membuat ulang kembali berita tersebut menurut pemahaman kita dan kita pun telah lebih kritis terhadap media, karena menyadari berita itu ada, karena dibuat.
Jadi, setelah menonton video ini, semoga kita tidak lagi hanya menggunakan koran sebagai bungkus gorengan kita. Tapi, juga mulai kritis dan peduli terhadap berita yang ada… Dan juga menyadari bahwa masih banyak hal-hal baik, yang terjadi di luar sana. Dan seperti biasa, terima kasih.
sumber : https://kokbisachannel.wordpress.com/2016/04/09/kenapa-banyak-pemberitaan-buruk-di-media/
Komentar
Posting Komentar