Langsung ke konten utama

Apa Yang Terjadi Jika Manusia Lenyap dari Bumi?

Kita, manusia, baru muncul di bumi 200.000 tahun lalu. Ya, ‘baru’ muncul. Bandingkan saja dengan umur bumi, apalagi alam semesta. Jika umur bumi diumpamakan satu kali 24 jam, manusia mungkin baru muncul sekitar… kurang 4 detik sebelum hari berganti. Masih sangat muda, bukan?

Meski demikian, manusia berhasil menaklukkan bumi dalam waktu relatif yang singkat. Dari asalnya di Afrika, manusia telah menyebar ke seluruh penjuru bumi, menemukan aneka teknologi, membangun gedung-gedung tinggi, dan melahirkan peradaban-peradaban. Sekarang… apa jadinya jika suatu hari, seluruh populasi manusia yang hidup di bumi tiba-tiba… lenyap? Apa yang akan terjadi pada alam dan peradaban yang mendadak kita tinggalkan?

Pertama-tama, ayo kita lihat efeknya dalam lingkup kecil, misalnya pada bangunan dan infrastruktur yang ada di sekitar kita. Faktnya, bangunan zaman sekarang sesungguhnya jauh lebih rapuh dibandingkan bangunan zaman dulu, yang rata-rata dibangun dengan bebatuan utuh. Dalam waktu beberapa bulan, rumah kita misalnya, mungkin masih tampak sama. Namun tanpa penggunaan dan perawatan yang rutin, rumah kita akan mulai hancur—bukan karena bencana alam, monster jahat, atau… siapa tahu, serangan alien dari luar angkasa—tapi justru karena unsur paling penting bagi kehidupan di bumi, yaitu air.

71% permukaan bumi kita diliputi air. Dalam wujud gas, air membuat udara menjadi lembap. Karena udara yang lembap, pelan-pelan kayu akan lapuk, besi menjadi berkarat, kemudian tembok mulai dihinggapi aneka organisme perintis, seperti jamur dan lumut. Aneka tumbuhan liar juga akan menumbuhi retakan-retakan, hingga suatu hari, akar-akar mereka akhirnya meruntuhkan struktur bangunan.

Dalam bentuk cair, air hujan biasanya dialirkan melalui kanal dan selokan supaya tidak membanjiri kota. Namun tanpa perawatan manusia, saluran air lama-lama akan berhenti berfungsi. Padahal kebanyakan kota zaman sekarang tidak punya cukup pohon sebagai penyerap air. Dalam beberapa tahun, kota-kota akan digenangi air yang akan jadi sumber kehidupan banyak tanaman dan hewan di kemudian hari. Dalam 500 tahun, tempat-tempat yang kita kenal sekarang akan kembali seperti kondisi semula sebelum dibangun oleh manusia.

Para peneliti tidak sekadar berasumsi. Bukti nyatanya bisa kita lihat hari ini di Distrik Chernobyl, yang mendadak ditinggalkan seluruh penduduknya akibat bencana radiasi nuklir. Hanya dalam waktu 20 tahun, 70% wilayah Distrik Chernobyl telah berubah menjadi hutan yang dihuni satwa-satwa liar setempat.

Nah, kita sudah tahu apa yang akan terjadi dalam lingkup sempit. Sekarang, ayo kita berpindah ke lingkup yang lebih luas.

Sejak Revolusi Industri sampai sekarang, kita telah menggunakan bahan bakar fosil secara besar-besaran. Dari bahan yang sama, kita juga menciptakan plastik. Namun tanpa disadari, kita telah merusak siklus karbon yang telah bertahan jutaan tahun, dengan meningkatkan kadar karbon di atmosfer. Hal ini mengakibatkan efek rumah kaca dan naiknya suhu bumi.

Namun saat manusia lenyap, tidak akan ada lagi yang menggunakan bahan bakar fosil. Dalam waktu tiga bulan, polusi udara akan mulai menghilang. Dalam satu tahun, karbon di udara pelan-pelan akan kembali seimbang karena proses fotosintesis tumbuhan. Setelah 200 tahun, lautan dan tumbuh-tumbuhan akan menghilangkan kelebihan karbon di udara secara menyeluruh.

Manusia setidaknya butuh 200.000 tahun untuk membangun peradaban seperti sekarang. Namun saat manusia lenyap, bumi hanya membutuhkan waktu kurang dari 30.000 tahun untuk menyingkirkan nyaris seluruh sisa peradaban kita. Mungkin kecuali plastik, yang masih akan meracuni bumi hingga sekitar 100.000 tahun lagi.

Kalau begitu, apa yang akan terjadi jika manusia tetap ada di bumi? Apakah bumi tetap lestari atau justru akan hancur? Tentukan pilihan kalian dengan meng-klik opsi yang tersedia di kanan atas layar video ini. Kami akan membuat video lanjutan berdasarkan pilihan terbanyak kalian. Dan seperti biasa, terima kasih.




sumber : https://kokbisachannel.wordpress.com/2016/11/30/apa-yang-terjadi-jika-manusia-lenyap-dari-bumi/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

perbedaan animasi 4D dan 5D

Animasi 4D  Tidak berbeda jauh dengan format 3D, hanya saja efek dari film 4D ini, bukan hanya gambarnya saja yang keluar, melainkan ada getaran-getaran atau efek-efek nyata yg dihasilkan. Misalnya saja film-film animasi bertema kehidupan alam, ketika adegan di air, maka ada air yang menyipratkannya ke wajah kita, atau uap air menetes. Lalu ketika adegan gempa bumi, maka kursi yang kita duduki akan bergetar juga, memang unik dan mengasyikan tetapi para penonton pasti tidak akan fokus ke filmnya melainkan ke efeknya saja. Film berformat seperti ini tidak hanya mengacu pada layar bioskop saja, melainkan beberapa aplikasi media seperti penggerak kursi yang menghasilkan getaran, uap air, serta beberapa efek lainnya, termasuk AC yang bisa tiba-tiba berubah menjadi sangat dingin saat adegan salju, dan Heater yang dapat memanas saat adegan padang pasir. Dan format film ini pun harus diputar pada bioskop-bioskop khusus saja. Sedangkan animasi 5D sebenarnya di beberapa negara eropa ada ne...

Kenapa 1 Tahun Itu 12 Bulan?

Nenek moyang kita dulu membuat kalendar berdasarkan berbagai macam perhitungan. Mulai dari perhitungan astronomi, pergantian musim, peristiwa politik hingga prediksi kiamat. Ini seperti yang ditanyakan oleh teman-teman kita ini, kenapa sistem kalender kita harus memiliki 12 bulan dalam setahun? Kenapa bukan misalnya, 20 bulan? Apa dasar perhitungannya? Pendeknya, kalender yang kita gunakan sekarang itu mengadopsi sistem kalender romawi. Awal mulanya, sistem dalam kalender romawi ini hanya memiliki 10 bulan atau 304 hari saja dalam setahun. Tapi, jumlah 10 bulan ini kemudian dianggap kurang tepat, karena tidak bisa sinkron dengan pergantian musim yang terjadi. Hingga akhirnya, Kaisar Romawi pada saat itu, Numa Pompilius, menambahkan 2 bulan baru, yakni Januari dan Februari. Dan kemudian setelah itu, disempurnakan lagi oleh sistem kalender Julian, yang namanya diambil dari Julius Caesar, kaisar romawi saat itu. Lalu ketika bangsa di eropa mulai mengembangkan sains dan memahami astron...

Bagaimana Cara Mengetahui Umur Benda Purba?

Coba tebak, sudah berapa lama Sultan Jogjakarta yang pertama meninggal? Jawabannya mudah. Kita kurangkan saja tanggal hari ini dengan tanggal kematian sang sultan. Tapi, bagaimana kalau kita ditanya, sudah berapa lama Firaun Mesir yang pertama meninggal? Atau, sudah berapa lama kucing kesayangannya meninggal? Pertanyaan semacam ini, tampaknya selalu bisa dijawab oleh para peneliti benda purba. Buktinya, setiap peninggalan bersejarah yang kita lihat di museum selalu ada keterangan umurnya. Namun seperti pertanyaan ini, pernahkah kalian penasaran, bagaimana para peneliti bisa tahu umur mumi, prasasti, atau benda-benda purba lainnya? Padahal, mereka jelas belum lahir pada zaman itu. Apakah mereka cuma asal tebak? Atau jangan-jangan, para peneliti ini diam-diam punya mesin waktu? Ternyata, pengukuran umur benda purba bisa dilakukan secara ilmiah tanpa perlu time-travel, yaitu dengan teknik dating. Bukan… Bukan dating yang itu, tapi dating yang lainnya. Teknik dating benda purba sendiri...