Langsung ke konten utama

Mengapa Langit Berwarna Biru?

Masih ingatkah kita pada lagu “Pelangi”? Eits, bukan “Pelangi di Matamu” tapi lagu “Pelangi-pelangi” yang sering kita nyanyikan di taman kanak-kanak. Dari lagu ciptaan Eyang A.T.Mahmud ini, kita belajar bahwa pelangi berwarna merah, kuning, hijau, dan langit yang biru. Tapi, pernahkah dulu kalian bertanya-tanya kenapa bukan langit yang berwarna merah, kuning, atau hijau? Kenapa harus biru?

Banyak yang bilang, langit berwarna biru karena memantulkan warna laut yang sama-sama biru. Meski terdengar ilmiah, nyatanya hal ini cuma mitos. Sudah banyak ilmuwan yang berbaris untuk mencari penjelasan ilmiah mengapa langit siang hari—asal ehm, tidak mendung—selalu berwarna biru. Mulai dari Leonardo DaVinci, John Tyndal, sampai Sir Rayleigh, yang akhirnya menyempurnakan penelitian ilmiah tentang fenomena ini!

Mungkin kita sering tidak sadar bahwa saat kita memandang langit, sebetulnya kita sedang memandang atmosfer bumi, yang tidak lain tidak bukan adalah… kumpulan udara. Tapi jika langit adalah udara, mengapa bisa ada warnanya? Meski tidak kasat mata, sebetulnya udara terdiri dari banyak partikel, seperti gas Nitrogen dan Oksigen, juga uap air, polusi dan debu. Partikel-partikel inilah yang nantinya akan bereaksi dengan cahaya matahari.

Jadi, sinar matahari yang terpancar awalnya merupakan satu paket yang terdiri dari radiasi dan gelombang elektromagnetik. Saat menerobos masuk ke atmosfer bumi, mata kita hanya dapat menyaksikan apa yang disebut sebagai SPEKTRUM CAHAYA TAMPAK, terdiri dari warna ME JI KU HI BI NI U . Ketujuh warna tersebut kemudian bergabung menjadi cahaya putih.

Waktu gerimis, cahaya putih ini bisa terurai oleh tetes-tetes hujan menjadi pelangi. Tapi, pembauran cahaya putih yang membuat langit terlihat biru bisa terjadi kapan saja. Fenomena ini disebut banyak ilmuwan sebagai Rayleigh-Scattering . Saat bertemu dengan partikel gas superkecil di udara, cahaya bergelombang pendek seperti biru, nila, dan ungu akan dilempar hingga tersebar ke segala arah. Sementara cahaya bergelombang panjang seperti merah dan jingga, lancar jaya menembus partikel-partikel tersebut. Akibatnya, dengan tambahan cahaya biru yang terlempar oleh partikel-partikel di udara, mata kita lebih dominan menerima warna biru dibandingkan warna merah.

Tapi… tunggu dulu. Kenapa langit tidak berwarna ungu, padahal gelombang cahaya ungu lebih pendek dari cahaya biru. Hal ini tentu saja bukan karena langit pilih kasih. Faktanya, matahari memang memancarkan si biru ke bumi dengan energi yang lebih besar dari si ungu. Selain itu, mata kita ternyata juga lebih peka pada si biru. Di retina mata kita, terdapat jutaan sel peka cahaya yang berbentuk seperti contong es krim. Sel-sel bernama CONE ini paling peka pada tiga warna, yaitu merah, hijau, dan biru. Jadi, jika mata kita disuruh memilih antara si biru atau si ungu, malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya…

Kalau begitu, kenapa langit senja berwarna kemerahan? Karena pada siang hari, matahari berada di atas ubun-ubun. Tapi menjelang malam hari, terbentang jarak yang lebih jauh antara kita dan matahari yang sudutnya rendah di langit. Akibatnya, cahaya matahari harus melewati atmosfer yang lebih tebal sebelum menyentuh bumi. Dalam perjalanan, gelombang cahaya biru keburu terpental ke segala arah, sehingga kalah balapan dengan cahaya merah yang bisa sampai duluan di mata kita.

Akhirnya, yang tampak di mata kita tinggal cahaya jingga dan merah membara…
Jadi sekarang kita tahu siapa oknum dibalik penyebab membiru-nya si langit, dan seperti biasa terima kasih.

sumber : https://kokbisachannel.wordpress.com/2017/03/08/mengapa-langit-berwarna-biru/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

perbedaan animasi 4D dan 5D

Animasi 4D  Tidak berbeda jauh dengan format 3D, hanya saja efek dari film 4D ini, bukan hanya gambarnya saja yang keluar, melainkan ada getaran-getaran atau efek-efek nyata yg dihasilkan. Misalnya saja film-film animasi bertema kehidupan alam, ketika adegan di air, maka ada air yang menyipratkannya ke wajah kita, atau uap air menetes. Lalu ketika adegan gempa bumi, maka kursi yang kita duduki akan bergetar juga, memang unik dan mengasyikan tetapi para penonton pasti tidak akan fokus ke filmnya melainkan ke efeknya saja. Film berformat seperti ini tidak hanya mengacu pada layar bioskop saja, melainkan beberapa aplikasi media seperti penggerak kursi yang menghasilkan getaran, uap air, serta beberapa efek lainnya, termasuk AC yang bisa tiba-tiba berubah menjadi sangat dingin saat adegan salju, dan Heater yang dapat memanas saat adegan padang pasir. Dan format film ini pun harus diputar pada bioskop-bioskop khusus saja. Sedangkan animasi 5D sebenarnya di beberapa negara eropa ada ne...

Kenapa 1 Tahun Itu 12 Bulan?

Nenek moyang kita dulu membuat kalendar berdasarkan berbagai macam perhitungan. Mulai dari perhitungan astronomi, pergantian musim, peristiwa politik hingga prediksi kiamat. Ini seperti yang ditanyakan oleh teman-teman kita ini, kenapa sistem kalender kita harus memiliki 12 bulan dalam setahun? Kenapa bukan misalnya, 20 bulan? Apa dasar perhitungannya? Pendeknya, kalender yang kita gunakan sekarang itu mengadopsi sistem kalender romawi. Awal mulanya, sistem dalam kalender romawi ini hanya memiliki 10 bulan atau 304 hari saja dalam setahun. Tapi, jumlah 10 bulan ini kemudian dianggap kurang tepat, karena tidak bisa sinkron dengan pergantian musim yang terjadi. Hingga akhirnya, Kaisar Romawi pada saat itu, Numa Pompilius, menambahkan 2 bulan baru, yakni Januari dan Februari. Dan kemudian setelah itu, disempurnakan lagi oleh sistem kalender Julian, yang namanya diambil dari Julius Caesar, kaisar romawi saat itu. Lalu ketika bangsa di eropa mulai mengembangkan sains dan memahami astron...

Bagaimana Cara Mengetahui Umur Benda Purba?

Coba tebak, sudah berapa lama Sultan Jogjakarta yang pertama meninggal? Jawabannya mudah. Kita kurangkan saja tanggal hari ini dengan tanggal kematian sang sultan. Tapi, bagaimana kalau kita ditanya, sudah berapa lama Firaun Mesir yang pertama meninggal? Atau, sudah berapa lama kucing kesayangannya meninggal? Pertanyaan semacam ini, tampaknya selalu bisa dijawab oleh para peneliti benda purba. Buktinya, setiap peninggalan bersejarah yang kita lihat di museum selalu ada keterangan umurnya. Namun seperti pertanyaan ini, pernahkah kalian penasaran, bagaimana para peneliti bisa tahu umur mumi, prasasti, atau benda-benda purba lainnya? Padahal, mereka jelas belum lahir pada zaman itu. Apakah mereka cuma asal tebak? Atau jangan-jangan, para peneliti ini diam-diam punya mesin waktu? Ternyata, pengukuran umur benda purba bisa dilakukan secara ilmiah tanpa perlu time-travel, yaitu dengan teknik dating. Bukan… Bukan dating yang itu, tapi dating yang lainnya. Teknik dating benda purba sendiri...