Langsung ke konten utama

Kenapa Cewek Pink tapi Cowok Biru?

Para pecinta bakso, kalian pasti sudah kenal dengan Kobi dan Sasa. Nah, hari ini kita intip yuk foto mereka waktu masih bayi. Coba tebak, kira-kira mana yang Sasa dan mana yang Kobi?

Kalian pasti langsung bisa menebak dari warna bajunya kan? Sasa yang cewek pakai baju pink, sementara Kobi yang cowok pakai baju biru. Tapi seperti pertanyaan teman kita yang satu ini, memangnya kenapa cewek harus pink dan cowok harus biru? Apa jangan-jangan Kobi dan Sasa sudah punya warna favorit sejak lahir?

Usut punya usut, stereotip cewek pink dan cowok biru ternyata berasal dari Amerika Serikat baru sehabis Perang Dunia ke-2. Buktinya, survei majalah TIME di aneka pusat perbelanjaan Amerika Serikat tahun 1927 menunjukkan bahwa tidak ada warna yang diasosiasikan dengan gender tertentu. Menurut studi sejarawan Jo Paoletti, baju bayi-bayi di Amerika Serikat pun awalnya tidak dibedakan berdasarkan gender. Bukan cuma warnanya yang sama-sama putih, tapi juga bentuknya yang bahkan sama-sama rok! Misalnya foto bocah yang satu ini. Siapa sangka ini adalah foto masa kecil mantan presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt?

Singkat cerita, warna pink mulai jadi tren di kalangan para cewek ketika ibu negara Mamie Eisenhower sering tampil dengan baju pink. Padahal, kebanyakan perempuan masa itu biasanya memakai baju warna gelap, karena mereka harus bekerja di pabrik sementara para laki-laki dikirim ke medan perang. Tidak berhenti sampai di situ, warna pink jadi makin lekat dengan cewek karena dipopulerkan oleh media di era itu. Misalnya lewat lagu Think Pink dalam film Funny Face yang dibintangi primadona tahun 50-an, Audrey Hepburn.

Bagaimanapun, pihak yang paling bertanggungjawab soal stereotip pink versus biru sebetulnya bukan Mamie Eissenhower, Audrey Hepburn, apalagi tukang bakso langganan kita, tapi justru pemasaran besar-besaran yang dilakukan oleh aneka jenis industri, terutama pakaian. Alasannya simpel: supaya orang-orang jadi makin banyak membeli barang.

Seandainya Kobi dan Sasa adalah anak kembar di tahun 1900, orang tua mereka tinggal membeli beberapa baju warna putih yang bisa dipakai ganti-gantian. Tapi kalau Kobi dan Sasa lahir di abad 21 seperti sekarang, orang tua mereka jadi harus beli baju dan aksesoris yang berbeda buat Kobi dan Sasa, sesuai gender mereka masing-masing. Apalagi setelah munculnya teknologi USG yang memungkinkan orang tua buat mengetahui apakah bayinya cewek atau cowok, bahkan jauh sebelum lahir. Mau tidak mau, pasti jadi lebih boros buang duit dong?

Parahnya lagi, stereotip pink dan biru tidak berhenti cuma sampai di baju, tapi juga barang-barang lain seperti sepatu, mainan, dan aneka pernak-pernik lain. Belum ditambah aneka iklan, film, sinetron, sampai stiker chatting apps yang membuat ide cewek pink dan cowok biru makin nempel di otak kita sampai sekarang. Padahal, faktanya bayi belum bisa memilih warna kesukaan sampai sekitar umur 2 tahun lho! Jadi, kalau kita lihat ada orang tua yang pusing belanja baju pink atau biru, jangan salahkan si bayi ya! Dan seperti biasa, terima kasih.



sumber : https://kokbisachannel.wordpress.com/2017/03/22/kenapa-cewek-pink-tapi-cowok-biru/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

perbedaan animasi 4D dan 5D

Animasi 4D  Tidak berbeda jauh dengan format 3D, hanya saja efek dari film 4D ini, bukan hanya gambarnya saja yang keluar, melainkan ada getaran-getaran atau efek-efek nyata yg dihasilkan. Misalnya saja film-film animasi bertema kehidupan alam, ketika adegan di air, maka ada air yang menyipratkannya ke wajah kita, atau uap air menetes. Lalu ketika adegan gempa bumi, maka kursi yang kita duduki akan bergetar juga, memang unik dan mengasyikan tetapi para penonton pasti tidak akan fokus ke filmnya melainkan ke efeknya saja. Film berformat seperti ini tidak hanya mengacu pada layar bioskop saja, melainkan beberapa aplikasi media seperti penggerak kursi yang menghasilkan getaran, uap air, serta beberapa efek lainnya, termasuk AC yang bisa tiba-tiba berubah menjadi sangat dingin saat adegan salju, dan Heater yang dapat memanas saat adegan padang pasir. Dan format film ini pun harus diputar pada bioskop-bioskop khusus saja. Sedangkan animasi 5D sebenarnya di beberapa negara eropa ada ne...

Kenapa 1 Tahun Itu 12 Bulan?

Nenek moyang kita dulu membuat kalendar berdasarkan berbagai macam perhitungan. Mulai dari perhitungan astronomi, pergantian musim, peristiwa politik hingga prediksi kiamat. Ini seperti yang ditanyakan oleh teman-teman kita ini, kenapa sistem kalender kita harus memiliki 12 bulan dalam setahun? Kenapa bukan misalnya, 20 bulan? Apa dasar perhitungannya? Pendeknya, kalender yang kita gunakan sekarang itu mengadopsi sistem kalender romawi. Awal mulanya, sistem dalam kalender romawi ini hanya memiliki 10 bulan atau 304 hari saja dalam setahun. Tapi, jumlah 10 bulan ini kemudian dianggap kurang tepat, karena tidak bisa sinkron dengan pergantian musim yang terjadi. Hingga akhirnya, Kaisar Romawi pada saat itu, Numa Pompilius, menambahkan 2 bulan baru, yakni Januari dan Februari. Dan kemudian setelah itu, disempurnakan lagi oleh sistem kalender Julian, yang namanya diambil dari Julius Caesar, kaisar romawi saat itu. Lalu ketika bangsa di eropa mulai mengembangkan sains dan memahami astron...

Bagaimana Cara Mengetahui Umur Benda Purba?

Coba tebak, sudah berapa lama Sultan Jogjakarta yang pertama meninggal? Jawabannya mudah. Kita kurangkan saja tanggal hari ini dengan tanggal kematian sang sultan. Tapi, bagaimana kalau kita ditanya, sudah berapa lama Firaun Mesir yang pertama meninggal? Atau, sudah berapa lama kucing kesayangannya meninggal? Pertanyaan semacam ini, tampaknya selalu bisa dijawab oleh para peneliti benda purba. Buktinya, setiap peninggalan bersejarah yang kita lihat di museum selalu ada keterangan umurnya. Namun seperti pertanyaan ini, pernahkah kalian penasaran, bagaimana para peneliti bisa tahu umur mumi, prasasti, atau benda-benda purba lainnya? Padahal, mereka jelas belum lahir pada zaman itu. Apakah mereka cuma asal tebak? Atau jangan-jangan, para peneliti ini diam-diam punya mesin waktu? Ternyata, pengukuran umur benda purba bisa dilakukan secara ilmiah tanpa perlu time-travel, yaitu dengan teknik dating. Bukan… Bukan dating yang itu, tapi dating yang lainnya. Teknik dating benda purba sendiri...