Langsung ke konten utama

Bisakah Kita Membuat Negara Sendiri?

Kita pasti sering merasa gemas dengan situasi di negeri ini. Setiap kali menonton berita di TV, isinya pasti itu-itu saja. Kalau bukan kriminalitas, bencana atau pejabat mata keranjang, pasti lagi-lagi tentang korupsi, korupsi, dan korupsi. Mungkin saking gemasnya, kita bahkan sampai kepikiran untuk mendirikan negara sendiri. Negara yang tenteram… damai… dan bebas masalah. Tapi, seperti yang ditanyakan oleh Fadhilla ini, mungkinkah hal ini kita lakukan?

Menurut para filsuf seperti Plato, Aristoteles, J.J. Rosseau, dan kawan-kawan, negara secara sederhana adalah sebuah organisasi pemerintahan yang memiliki wilayah dan rakyat yang hidup di dalamnya. Oke, jadi untuk membuat sebuah negara, ada tiga syarat utama yang harus kita penuhi. Syarat-syarat dasar ini disebut Syarat Konstitutif, yaitu: wilayah, penduduk, dan organisasi untuk memerintah. Sungguh sangat mudah…

Tapi… kalau memang segampang itu membangun negara, mengapa kita belum pernah mendengar tempat-tempat seperti Republik Kobi atau United Sasa? Meminta teman-teman se-geng kita menjadi penduduk mungkin mudah. Tapi, di mana negara baru kita nantinya akan berdiri? Ada dua cara untuk membentuk negara, yaitu cara primer dan sekunder. Dengan cara primer, kita bisa mengklaim suatu wilayah tak bertuan untuk dijadikan negara. Masalahnya, sekarang wilayah-wilayah di muka bumi sudah diklaim 193 negara yang terdaftar sebagai anggota PBB, ditambah wilayah-wilayah lain yang status kenegaraannya masih digalaukan. Dan… bahkan wilayah Antartika yang cuma dihuni anjing laut dan penguin pun sudah diklaim sebagai bagian dari wilayah suatu negara!

Jadi, yang tersisa mungkin tinggal cara sekunder, seperti penaklukan yang dilakukan Adolf Hitler di Eropa selama Perang Dunia ke-2, atau menyatakan kemerdekaan seperti yang dilakukan negara kita, Indonesia, tahun 1945. Masalahnya, cara ini biasanya harus melibatkan pertempuran dan perjuangan panjang. Kalau gagal, bisa-bisa kita justru ditangkap karena dianggap memberontak negara yang sudah ada…

Bahkan setelah semua tetek bengek merepotkan itu, ternyata masih ada satu syarat lagi yang harus kita penuhi untuk mendirikan negara. Syarat ini disebut Syarat Deklaratif yaitu pengakuan kedaulatan oleh negara-negara lain yang juga berdaulat, baik secara de facto maupun de jure. Hm… makhluk apakah itu? Rupanya, de facto dan de jure adalah istilah Bahasa Latin. De facto artinya pengakuan sesuai kenyataan di lapangan, sementara de jure artinya pengakuan resmi berdasarkan hukum. Misalnya, saat PBB menaikkan status Palestina sebagai non-member observer state tahun 2012, kedaulatan Palestina sebagai negara diakui secara de facto, tapi belum secara de jure seperti 193 negara lainnya.

Bagaimanapun, ada juga entitas-entitas yang nekat mendeklarasikan diri sebagai negara berdaulat, meski tanpa pengakuan secara internasional. Entitas semacam ini dikenal dengan istilah micronation. Beberapa micronation bahkan punya bendera, lagu kebangsaan, dan bahkan paspor sendiri. Salah satunya adalah Republik Molossia, yang didirikan tahun 1999 di Nevada, Amerika Serikat,dengan total 22 orang penduduk yang juga memegang kewarganegaraan Amerika Serikat. Meski begitu, Republik Molossia punya bendera, lambang negara, bahkan mata uang sendiri, yaitu valora. Demi membangun Republik Molossia, pendiri sekaligus presidennya, Yang Mulia Presiden Kevin Baugh, sampai menghabiskan 10.000 dolar AS. Dengan uang yang sama, kita bisa membeli 13.000 porsi bakso!

Nah, Sekarang kita tahu bahwa membuat sebuah negara ternyata susahnya minta ampun. Padahal sebetulnya ada hal yang jauh lebih susah lagi, yaitu memakmurkan negara yang sudah ada. Itu sebabnya, meski jumlah negara di dunia ada banyak, tidak semua rakyatnya hidup damai dan sejahtera.

Jadi, sebelum membuat negara sendiri, pastikan kita siap bertanggung jawab mensejahterakan rakyat kita nanti. Bila perlu, kita bisa latihan dulu dengan menyejahterakan sesama rakyat di negara kita, Indonesia. Karena kalau sampai sekarang kita masih harus diguyur air supaya bisa bangun pagi, makan masih disuapi, atau mau jajan sedikit-sedikit minta duit orang tua, sebaiknya kita pikir-pikir ulang dulu rencana membangun negara baru. Dan seperti biasa, terima kasih.



sumber : https://kokbisachannel.wordpress.com/2016/09/28/script-bisakah-kita-membuat-negara-sendiri/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

perbedaan animasi 4D dan 5D

Animasi 4D  Tidak berbeda jauh dengan format 3D, hanya saja efek dari film 4D ini, bukan hanya gambarnya saja yang keluar, melainkan ada getaran-getaran atau efek-efek nyata yg dihasilkan. Misalnya saja film-film animasi bertema kehidupan alam, ketika adegan di air, maka ada air yang menyipratkannya ke wajah kita, atau uap air menetes. Lalu ketika adegan gempa bumi, maka kursi yang kita duduki akan bergetar juga, memang unik dan mengasyikan tetapi para penonton pasti tidak akan fokus ke filmnya melainkan ke efeknya saja. Film berformat seperti ini tidak hanya mengacu pada layar bioskop saja, melainkan beberapa aplikasi media seperti penggerak kursi yang menghasilkan getaran, uap air, serta beberapa efek lainnya, termasuk AC yang bisa tiba-tiba berubah menjadi sangat dingin saat adegan salju, dan Heater yang dapat memanas saat adegan padang pasir. Dan format film ini pun harus diputar pada bioskop-bioskop khusus saja. Sedangkan animasi 5D sebenarnya di beberapa negara eropa ada ne...

Kenapa 1 Tahun Itu 12 Bulan?

Nenek moyang kita dulu membuat kalendar berdasarkan berbagai macam perhitungan. Mulai dari perhitungan astronomi, pergantian musim, peristiwa politik hingga prediksi kiamat. Ini seperti yang ditanyakan oleh teman-teman kita ini, kenapa sistem kalender kita harus memiliki 12 bulan dalam setahun? Kenapa bukan misalnya, 20 bulan? Apa dasar perhitungannya? Pendeknya, kalender yang kita gunakan sekarang itu mengadopsi sistem kalender romawi. Awal mulanya, sistem dalam kalender romawi ini hanya memiliki 10 bulan atau 304 hari saja dalam setahun. Tapi, jumlah 10 bulan ini kemudian dianggap kurang tepat, karena tidak bisa sinkron dengan pergantian musim yang terjadi. Hingga akhirnya, Kaisar Romawi pada saat itu, Numa Pompilius, menambahkan 2 bulan baru, yakni Januari dan Februari. Dan kemudian setelah itu, disempurnakan lagi oleh sistem kalender Julian, yang namanya diambil dari Julius Caesar, kaisar romawi saat itu. Lalu ketika bangsa di eropa mulai mengembangkan sains dan memahami astron...

Bagaimana Cara Mengetahui Umur Benda Purba?

Coba tebak, sudah berapa lama Sultan Jogjakarta yang pertama meninggal? Jawabannya mudah. Kita kurangkan saja tanggal hari ini dengan tanggal kematian sang sultan. Tapi, bagaimana kalau kita ditanya, sudah berapa lama Firaun Mesir yang pertama meninggal? Atau, sudah berapa lama kucing kesayangannya meninggal? Pertanyaan semacam ini, tampaknya selalu bisa dijawab oleh para peneliti benda purba. Buktinya, setiap peninggalan bersejarah yang kita lihat di museum selalu ada keterangan umurnya. Namun seperti pertanyaan ini, pernahkah kalian penasaran, bagaimana para peneliti bisa tahu umur mumi, prasasti, atau benda-benda purba lainnya? Padahal, mereka jelas belum lahir pada zaman itu. Apakah mereka cuma asal tebak? Atau jangan-jangan, para peneliti ini diam-diam punya mesin waktu? Ternyata, pengukuran umur benda purba bisa dilakukan secara ilmiah tanpa perlu time-travel, yaitu dengan teknik dating. Bukan… Bukan dating yang itu, tapi dating yang lainnya. Teknik dating benda purba sendiri...